Skolastik Demokrasi dan Pengawasan Pemilihan Umum Episode 2; Napak Tilas Sejarah dari Pemilu ke Pemilu
|
Bawaslu Kota Jakarta Barat,- Melanjutkan kreatifitas tanpa batas Bawaslu Kota Jakarta Barat mengadakan kembali Skolastik Demokrasi dan Pengawasan Pemilihan Umum dengan tema Napak Tilas Sejarah dari Pemilu ke Pemilu. Acara ini berbeda dengan episode pertama yang sebelumnya daring menjadi luring. Acara yang digelar khusus untuk internal Bawaslu Kota Jakarta Barat pada tanggal 22 Agustus 2022 menghadirkan narasumber Humaldi selaku Kepala Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta.
Oding Junaidi selaku Ketua Bawaslu Kota Jakarta Barat membuka acara pada hari ini dengan menyatakan rasa bangga atas semangat para staf yang memperkuat pengawasan di KPU Kota Jakarta Barat atas verifikasi administrasi partai politik tingkat kabupaten/kota. Fitriani selaku Kordiv. SDM dan Organisasi Bawaslu Kota Jakarta Barat mengungkapkan bahwa penting bagi seluruh jajaran di Bawaslu Kota Jakarta Barat memahami sejarah dari pemilu ke pemilu agar lebih menjiwai mengawasi setiap tahapan pemilu.
Humaldi mengungkapkan partai dahulu menyuarakan aspirasi rakyat. Masing-masing partai berusaha masuk parlemen. Pemilihan Soekarno dan Hatta selaku Presiden dan Wakil Presiden periode pertama di kala itu dikarenakan beliau memiliki pengalaman hidup yang berbeda dalam memperjuangkan kemerdekaan yang saat itu terasa mustahil. "Tidak semua orang memiliki pengalaman dibuang dan diasingkan ke wilayah terpencil demi mewujudkan tujuan bersama yaitu kemerdekaan Indonesia.” Ujar Humaldi.
Partai politik di masa itu juga gemar melakukan pengumpulan massa agar menarik lebih banyak simpatisan partai poliik agar dapat memenangkan hati rakyat agar dapat dipilih rakyat. Bentrokan antar massa partai politik pendukung juga ada namun tidak besar dan cepat meredam. Metode yang dilakukan juga berbeda-beda seperti partai Partai Komunis Indonesia berusaha mengambil hati rakyat di tempat terpencil berhasil menduduki peringkat ke empat. Partai NU menggunakan basis warga NU mendapat peringkat ke tiga. Partai Sosialis Indonesia yang awalnya diprediksi akan menjadi partai perolehan terbanyak karena lebih mengutamakan sedikit anggota partai namun terdidik ternyata malah hanya peringkat ke enam. Partai yang menjadi pemenang di Pemilu 1955 yang dianggap paling luber dan jurdil adalah Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Soekarno.
Humaldi juga menerangkan pemilu di masa orde baru adalah pemilu yang semu. Sebab menurut beliau kala itu hampir seluruh rakyat Indonesia sudah tahu partai Golkar sebagai partai kendaraan politik Presiden Soeharto pasti akan selalu menang. Hal itu juga berjalan selama 32 tahun lamanya. Sementara pemilu pasca reformasi berjalan demokratis karena memiliki banyak partai politik, baik pemilu secara tidak langsung oleh wakil rakyat di parlemen maupun pemilu secara langsung oleh rakyat sejak tahun 2004 hingga saat ini. “Tentunya kita harapkan pemilu tahun 2024 nanti dapat mengulang prestasi pemilu tahun 1955.” Ungkap Humaldi.
Pen: AP
Dok: Humas Bawaslu Jakarta Barat