Waspada Pendomleng Bansos Covid-19 Pada Pilkada Serentak 2020
|
Pilkada serentak yang akan di gelar pada bulan Desember tahun 2020 ini menunjukkan banyak permasalahan yang saling berhubungan yang menanti, diantaranya permasalahan wabah Pandemi Covid-19 yang sedang terjadi sekarang yang masih belum usai ditangani, permasalahan kesiapan penanganan yang nantinya menjadi protokol kesehatan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya dan juga permasalahan bantuan yang diberikan dari pemerintah pusat ke daerah yang rentan penumpang gelap/pendomleng. Hal-hal ini yang patut kita waspadai demi menjunjung demokrasi kita yang lebih baik lagi.
Adanya pendomleng dalam menyalurkan bantuan sosial pada situasi pandemi Covid-19 ini patut kita waspadai, terutama pada pemerintah daerah yang akan melaksanakan pilkada serentak pada bulan Desember tahun 2020 ini. Kita juga patut mengawasi bersama Petahananya yang akan mencalonkan kembali pada Pilkada ini dikarenakan pemerintah daerah memiliki kewenangan tersendiri. Banyak modus yang akan dilakukan, seperti mengganti label pada bantuan sosial yang akan disalurkan. Hal ini juga pernah di sampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan yang mengungkap temuan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang terdampak Pandemi Covid-19 oleh beberapa calon kepala daerah petahana. Cara yang dilakukannya adalah dengan menempelkan stiker berlabel wajah calon tersebut pada bansos yang di bungkus agar calon itu dapat memenangkan Pilkada 2020 (disampaikan dalam diskusi virtual, Selasa (16/6/2020)). Lebih lanjut lagi Abhan menyampaikan penyalahgunaan bansos Pandemi Covid 19 ini untuk Pilkada 2020 oleh calon kepala daerah petahana tidak boleh dibiarkan. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu potensi pelanggaran pidana dan administratif dalam Pilkada 2020. Inilah celah yang dimanfaatkan calon petahana, dimana faktanya masih ada yang melakukan hal seperti itu di tengah-tengah kesengsaraan masyarakat yang terkena dampak Pandemi Covid-19 ini. Atas dasar hal tersebut, Abhan kembali mengingatkan agar para calon kepala daerah petahana tidak menyalahgunakan bansos untuk memenangkan Pilkada 2020. Bawaslu telah memberikan sosialisasi dan himbauan agar calon kepala daerah petahana tidak memasang foto diri di dalam bansos yang mereka berikan. Mereka cukup memasang stiker yang memberikan informasi bahwa bansos tersebut diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Beliau juga meminta agar calon kepala daerah petahana tidak menjadi Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayahnya. Sebab jabatan tersebut rawan disalahgunakan oleh calon kepala daerah petahana untuk memenangkan Pilkada 2020. Ini menurut saya usul yang bagus untuk meminimalisir dampak persoalan yang akan terjadi nantinya. Demokrasi kita harus sehat, jangan biarkan ada yang main-main dalam persoalan bantuan ini.
Ditempat berbeda Transparency International Indonesia (TII) juga mengingatkan pemerintah pusat mengenai potensi penyalahgunaan dana bantuan sosial penanganan Pandemi Covid-19 oleh para kepala daerah. Manajer Riset TII, Wawan Suyatmiko mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan kepala daerah memanfaatkan dana bantuan tersebut untuk kepentingan politiknya. Bisa jadi pada bansos itu ada penumpang gelapnya. Freerider-nya adalah beberapa pejabat daerah yang memanfaatkan bansos sebagai pork barrell-nya. Jadi penerima bansos itu adalah daerah-daerah kantong pemilihan dari pejabat tersebut. (di sampaikan dalam sebuah diskusi, Selasa (14/4/2020)). Menurut Wawan, kemungkinan tersebut terbuka mengingat kontestasi Pilkada 2020 yang ditunda membuat kepala daerah petahana mencari modal dengan memanfaatkan dana bantuan tersebut. Artinya butuh sumber daya publik juga dalam penanganan Covid-19 ini bisa jadi penumpang gelapnya masuk ke dalam juga. Wawan mengatakan, kemungkinan itu hanya salah satu skenario yang dapat terjadi bila terdapat penumpang gelap untuk mencari celah korupsi. Ia mengingatkan, masih ada modus korupsi lainnya yang dapat terjadi, seperti mark-up anggaran, mark-down pendapatan hingga memberi keuntungan bagi kepentingan lingkaran terdekat. "Jadi anggaran yang besar Rp 110 triliun jaring sosial atau Rp 405 triliun dari total anggaran ini bisa menjadi potensi korupsi yang besar," kata Wawan. Wawan menilai publik harus mewaspadai kemungkinan terjadinya korupsi dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19 tersebut.
Publik harus mengetahui dan paham tentang persoalan ini juga modus yang dilakukan oleh pendomleng dalam menyalurkan bantuan Covid-19. Pernyataan yang di sampaikan Ketua Bawaslu RI dan juga riset dari TII ini sesuai dengan apa yang pernah di diskusikan pada Webdinar Bawaslu Banten yang dilaksanakan pada 17 Juni 2020 yang saya ikuti. Diskusi itu juga dihadiri unsur KPK. Dalam diskusi itu disampaikan yang dilakukan pendomleng dalam bantuan sosial adalah dengan mengganti label pada bantuan dengan nama tertentu dan dengan menurunkan bantuan di basis-basis pendulangan suara untuk pilkada nanti. Tentunya juga tentang korupsi tadi yang di singgung TTI, hal ini perlu kita waspadai dan awasi bersama bukan hanya Bawaslu tetapi masyarakat secara keseluruhan. Kita semua harus ikut memantau. Sebenarnya untuk persoalan ini KPK sudah membuat jalur pengaduan untuk masyarakat yakni “Jaga bansos”, dimana aplikasi ini diluncurkan Ketua KPK, Firli Bahuri melalui virtual yang juga disaksikan oleh Menteri Sosial, Juliari P Batubara dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh. Pada virtual tersebut, Firli menyebutkan bahwa aplikasi “Jaga bansos” ini bisa diunduh melalui Appstore bagi pengguna iOs dan Playstore bagi pengguna Android. Nantinya, masyarakat bisa melaporkan penyimpangan bansos melalui aplikasi tersebut.
KPK juga sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) No. 11 Tahun 2020 pada tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam pemberian Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat dalam upaya mengatasi dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial merupakan basis data yang selama ini digunakan untuk pemberian bantuan sosial kepada masyarakat secara nasional. DTKS senantiasa mengalami perbaikan. Kalau kita lihat yang sudah dilakukan KPK dalam menekan persoalan penyimpangan sudah sangat baik dan dengan diluncurkannya aplikasi “Jaga bansos” dan menerbitkan SE No. 11 Tahun 2020, mudah-mudahan ini menjadi rambu bahaya bagi pendomleng bantuan untuk tidak melakukan hal-hal itu dalam memenangkan Pilkada 2020 dan masyarakat juga harus terlibat dalam upaya ini agar demokrasi kita menjadi yang lebih baik lagi.
Di tengah Pandemi Covid-19 ini, yang sudah cukup menyusahkan masyarakat, janganlah ditambah pendomleng bantuan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Marilah kita bersatu dan gotong royong untuk saling membantu kepada sesama yang membutuhkan. Kita berharap pandemi ini cepat berlalu dan kita dapat hidup normal seperti sediakala, Aamiin…..
Penulis: Syukur Yakub/Kordiv Hukum Humas dan Datin