RP4 BAWASLU KOTA JAKARTA BARAT MENGANGKAT TEMA EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM BINGKAI SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA
|
Bawaslu Kota Jakarta Barat,- Kegiatan Virtual Ruang Perempuan Pemilu dan Pengawasan Partisipatif Pengantar hadir kembali dengan mengusung tema Perempuan dalam Bingkai Sejarah Demokrasi di Indonesia. Kegiatan hasil kreativitas Bawaslu Kota Jakarta Barat ini di awali dengan pengantar dari Ahmad Zubadillah dan Fitriani selaku pimpinan Bawaslu Kota Jakarta Barat. “Acara bukan hanya urusan perempuan tapi juga urusan laki-laki. Pergerakan perempuan pada saat ini sudah membaik. Perempuan dapat memberikan suasana yang berbeda.” Ujar Ahmad.
“Program ini berbasis zoom selama pandemi covid. Program ini dilatarbelakangi masih rendahnya keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Kita bisa banyak berdiskusi. Kita bisa melihat seberapa banyak keterlibatan perempuan dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang diterapkan di Indonesia juga dipengaruhi negara di Eropa.” Ungkap Fitriani
Kurniawati selaku narasumber yang juga berprofesi dosen sejarah Pascasarjana UNJ menuturkan kiprah perempuan Indonesia dalam demokrasi tidak dapat dipisahkan dari gerakan emansipasi perempuan di Indonesia sejak awal abad ke-20. Sudah sering dibahas bagaimana Kartini memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan seperti juga halnya dengan Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis atau Rahmah El Yunusiyah. Perjuangan yang sifatnya perorangan menjadi organisasi seperti Putri Mardika adalah memberikan dukungan bagi pendidikan perempuan dan mendukung perempuan untuk aktif urusan kemasyarakatan.
Kemunculan organisasi lain pula seperti pawijatan Wanito di Magelang, Wanita Hado di Jepara, dan Wanita Susilo di Pemalang dan Pengasih Ibu kepada keturunan (Pikat) di Manado. Surat kabar yang menyuarakan kepentingan perempuan juga mulai bermunculan seperti Wanito Sworo Al Sjarq. Semakin banyaknya organisasi maupun surat kabar untuk perempuan mendorong organisasi-organisasi pergerakan maupun keagamaan mendirikan pula sayap organisasi perempuan di dalam organisasinya. Ciri dan organisasi perempuan pada awal abad ke-20 adalah bersifat sosial.
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, orde lama, dan orde baru juga berdiri banyak organisasi wanita. Pada masa reformasi pergerakan perempuan semakin menunjukkan eksistensinya. Komisi Nasional Perempuan dibentuk pada masa awal Reformasi untuk menjawab berbagai permasalahan yang menyangkut perempuan seperti pemerkosaan dan perdagangan perempuan. Hal yang paling menjadi perhatian publik adalah partai politik diharuskan melibatkan 30% perempuan dalam kepengurusannya. Begitu juga di dalam Dewan Perwakilan Rakyat diberikan kuota 30% bagi perempuan. Pelaksanaan affirmative action 30% ini trennya terus meningkat dari pemilu ke pemilu, meskipun angka 30% perempuan dalam DPR ini belum tercapai. Pada pemilu 2019 baru 20.52% keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ini.
Perjuangan perempuan Indonesia untuk dapat terlibat dalam proses demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarahnya. Pada masa pergerakan nasional perjuangan perempuan Indonesia didominasi di bidang social tetapi perlahan bergerak pula di bidang politik. Pad masa setelah proklamasi kemerdekaan, peran perempuan semakin terbuka tetapi masih terkendala antara lain di antara organisasi perempuan itu sendiri. Masa reformasi dari 1998 hingga sekarang memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap perempuan Indonesia.
Pen: AP
Dok: Humas Bawaslu Jakbar
