Lompat ke isi utama

Berita

Rapat Koordinasi Hasil Pengawasan Pemilu 2019, Bawaslu DKI Jakarta Terima Masukan Dari Para Pengamat Politik

Kamis (10/10) Jakarta merupakan barometer dalam proses pencegahan, pengawasan, dan penanganan pelanggaran pemilu 2019. Sehingga dalam setiap menjalankan tugasnya Bawaslu DKI Jakarta memerlukan kehati-hatian agar tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Selain menekankan ketertiban dan disiplin yang tinggi pada internal Bawaslu DKI Jakarta dan Bawaslu Kabupaten/Kota dibawahnya, diperlukan juga adanya masukan-masukan demi menjaga konsistensi integritas Bawaslu DKI Jakarta.

Rapat koordinasi hasil pengawasan pemilu 2019 yang diadakan oleh Bawaslu DKI Jakarta merupakan salah satu agenda untuk menerima masukan dari para pakar, pengamat, dan akademisi. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh M. Jufri selaku Ketua Bawaslu DKI Jakarta dalam sambutannya saat membuka acara. “Rapat koordinasi hasil pengawasan pemilu 2019 ini, kami harapkan adanya masukan-masukan untuk menunjang kinerja Bawaslu khususnya Bawaslu DKI Jakarta” ujarnya.

Dalam rapat koordinasi tersebut Bawaslu DKI Jakarta mengundang beberapa pakar politik kenamaan tanah air sebagai narasumber, diantaranya Prof. Musni Umar, R. Siti Zuhro, dan Chusnul Mar’iyah. Ketiga pakar tersebut memiliki perspektif yang berbeda dalam mengomentari dan memberikan masukan terhadap kinerja Bawaslu.

Prof. Musni Umar dalam paparannya menjelaskan bahwa pemilu 2019 menyisakan catatan hitam. Yaitu dengan meninggalnya 300-an anggota penyelenggara pemilu 2019. Rektor Universitas Ibnu Chaldun ini juga mengomentari kegiatan politik uang dari para calon anggota legislatif. “Para (calon) legislator beranggapan, dana pencalegan yang sudah dikeluarkan selama kampanye merupakan investasi” ungkapnya. “KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan. Karena kedua penyelenggara tersebut harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan besar” tambahnya. Rektor kelahiran Kendari ini mengharapkan pemilu ke depan dilakukan dengan sebaik mungkin. “Pemilu adalah sumber, apabila pemilu yang dilaksanakan kotor maka hasil pemilihannya akan melahirkan pemimpin yang tidak baik” tutupnya.

Sedangkan R. Siti Zuhro lebih konsen terhadap kontestasi pemilu yang ideal. “Kontestasi pemilu harus free and fair, tidak ada kontestasi antar penyelenggara pemilu, maupun penegak hukum, sehingga tidak terjadi ego sektoral” tuturnya. Profesor riset di LIPI ini juga menuturkan pentingnya menjaga netralitas penyelenggara pemilu. “Birokrasi tidak boleh mendapat penetrasi dari pihak manapun. Birokrasi tidak boleh meng-entertain partai politik. Karena politisasi yang sempurna sampai menyentuh ranah birokrasi, akan menimbulkan distrust”. Hampir senada dengan Prof Musni Umar, perempuan yang pernah menempuh pendidikan di Australia ini pun mengungkapkan tugas terberat dari Bawaslu. “Pekerjaan rumah Bawaslu yang cukup berat adalah memutus mata rantai dan transaksional dan votebuying” pungkasnya. Chusnul Mar’iyah yang merupakan narasumber terakhir pada acara rapat koordinasi menekankan bahwa prinsip pemilu bukan hanya aman dan damai, akan tetapi kejujuran. Kejujuran yang dimaksud di sini bukan saja untuk pelaksanaan teknis penyelenggara pemilu. Akan tetapi lebih ke dalam mengenai rule of the game dari pemilu itu sendiri. Chusnul juga menghimbau adanya perbaikan dalam sistem perekrutan pihak penyelenggara. “Perbaikan siklus dalam hal perekrutan, terutama dalam waktu perekrutan. Bagaimana mungkin penyelenggara direkrut hanya beberapa bulan menjelang pemilu” ungkap perempuan yang berprofesi sebagai dosen ini.

Penulis : FR
Editor : IP

Tag
Uncategorized