Dua Point Penting Dalam Pembahasan Anggaran Hibah Pilkada Serentak 2024
|
Anggaran Pilkada yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yakni suatu perencanaan keuangan yang bersifat periodik dalam jangka waktu setahun. APBD merupakan milik Pemerintah daerah yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 merupakan pertama kalinya di Indonesia. Pilkada serentak beserta kompleksitas permasalahanya, tentu perlu diminimalisir kerentanannya. Kerentanan terkait pelanggaran pemilu baik dalam segi kode etik, administrasi atau pidana pemilu. Salah satu cara meminimalisir munculnya potensi kerentanan dengan mempelajari sejak dini dan seksama bagaimana hasil proyeksi serta evaluasi pilkada sebelumnya.
Hal lainya adalah upaya mengoptimalkan pilkada dengan memastikan daya dukung anggaran secara efektif dan efisien. Efisien secara prinsip mengarahkan Bawaslu pada pencapaian hasil maksimal dengan pengorbanan seminimal mungkin. Sedangkan prinsip efektif lebih terarah pada tujuan yang hendak dicapai atau tepat sasaran. Prinsip efektif dan efisien menjadi dasar upaya optimalisasi rencana terhadap alokasi anggaran pilkada 2024 yang dibahas dalam rapat koordinasi Bawaslu secara internal dengan jajaran Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dua hal penting yang menjadi fokus dalam pembahasan anggaran dana hibah Pilkada 2024 antara lain adalah: Pertama, soal rekrutmen Pengawas Pemilu Kecamatan yang bersifat adhoc di tingkat Kabupaten/Kota. Kedua, terkait dengan perlunya mengalokasikan dukungan anggaran bagi kegiatan penertiban Alat Peraga Kampanye (APK). Kedua hal tersebut dirasa penting untuk menjadi catatan Bawaslu atas banyaknya saran dan masukan dari Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia. Urgensi atas keduanya dirasa mendesak didasarkan pada bagaimana kelak Bawaslu dapat menjamin jajaran Pengawas Pemilunya dengan maksimalisasi supporting anggaran dana hibah Pilkada 2024 terhadap proses rekrutmen Pengawas adhoc dan kegiatan penertiban (APK) Alat Peraga Kampanye.
Proses rekrutmen Pengawas adhoc yang idealnya membutuhkan rentang waktu panjang dan memadai juga menjadi harapan. Karena dengan adanya alokasi waktu panjang dan memadai dapat mengerahkan pendaftar secara maksimal sehingga menghasilkan banyaknya peluang besar penjaringan Pengawas pemilu. Pengawas pemilu yang terjaring diharapkan bisa teruji secara kemampuan, pengalaman serta memiliki wawasan memadai soal pengawasan pemilu dan tentu berintegritas kuat. Dinamika lain yang kerap sering muncul pada masa kritis proses tahapan rekrutmen Pengawas adhoc adalah sedikitnya jumlah pendaftar dikarenakan sempitnya waktu rekrutmen. Sempitnya waktu rekrutmen juga berpotensi memperkecil penyerapan informasi yang diterima masyarakat di ranah publik, sehingga publikasi atas rekrutmen tidak menjadi maksimal. Hal lainnya soal minimnya jumlah Perempuan yang mendaftar. Sehingga peluang menjadi calon Pengawas pemilu kecil ini menjadi perhatian khusus bagi Bawaslu terkait dengan keterpenuhan syarat 30 % keterwakilan Perempuan di ranah pengawasan Pemilu.
Secara contoh soal deskripsi Perempuan yang mendaftar sebagai Pengawas pemilu di Kota Jakarta Barat. Deskripsi data hasil evaluasi Bawaslu Jakarta Barat pada pemilu serentak tahun 2019 menunjukkan capaian jumlah Perempuan Pengawas pemilu di tingkat Kecamatan hingga TPS. Pengawas Perempuan di tingkat Kecamatan dengan jumlah 21 % dan Laki-Laki 79 % yang tersebar di 8 Kecamatan se Kota Jakarta Barat. Sedangkan di 56 Kelurahan sebaran Perempuanya 23 % dan Laki-Laki 77 %. Berbeda jauh dan signifikan di tingkat TPS se Kota Jakarta Barat dengan total jumlah 6730 (TPS) Tempat Pemungutan Suara, jumlah Perempuan Pengawas pemilu mencapai hingga 56 % sedangkan Laki-Laki hanya 44 %. Data tersebut mendeskripsikan sebaran Pengawas Perempuan masih belum mencapai prosentase terendah yakni 30 % secara keterwakilanya di titik Kecamatan dan Kelurahan.
Atas deskripsi data pemilu serentak 2019 dan khususnya prosentase jumlah Perempuan Pengawas pemilu, kedepan Bawaslu akan terus mensosialisasikan informasi terkait dengan rekrutmen Pengawas pemilu sehingga terjadi peningkatan keikutsertaan Perempuan Pengawas pemilu. Sosialisasi yang dilakukan secara langsung/ konvensional dalam bentuk pertemuan/rapat di tingkat Kecamatan hingga Kelurahan, melalui media sosial, spanduk maupun selebaran. Harapanya informasi tersebut dapat diserap di lingkungan Kecamatan, Kelurahan hingga RT dan RW. Kendala lainya adalah soal kesanggupan calon Pengawas pemilu dengan pertimbangan beban kerja yang sangat berat dan masa kerja yang singkat. Atas pertimbangan itu juga Bawaslu berupaya bahwa kedepan honorarium Pengawas adhoc setara dengan PPK di tingkat Kecamatan. Jaminan atas kesehatan dan kecelakaan kerja juga diharapkan kelak akan bisa diberikan oleh Bawaslu untuk melindungi para jajaran Pengawas selama bertugas. Hal tersebut tentu membutuhkan optimalisasi anggaran baik berbasis APBN terkait pemilu dan APBD terkait pilkada. Rekrutmen Pengawas Kecamatan di pilpres dan pilgub akan diupayakan dapat dilakukan menjadi satu kesatuan sekaligus. Satu kali tahapan rekrutmen diperuntukan bagi pemilu dan pilkada serentak di tahun 2024 untuk memenuhi prinsip efisiensi. Mereka yang terpilih menjadi Pengawas adhoc di tingkat Kecamatan akan secara otomatis menjadi Pengawas di pilkada selanjutnya.
Kemudian soal daya dukung alokasi anggaran terkait dengan penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) dirasa sangat penting. Penertiban APK yang kerap dilakukan Bawaslu dan jajaran Pengawas dengan melibatkan Satpol PP dan pihak terkait lainnya pada tahapan pemilu khususnya masa kampanye hingga masa tenang. Penertiban APK adalah hal yang paling banyak menyita energi Pengawas pemilu, didalamnya rentan hambatan, tantangan dan ancaman. Proses penertiban APK terkadang sangat sulit dan genting karena berkaitan dengan keterlibatan dan kepentingan banyak pihak. Terkadang dalam proses ini Pengawas pemilu dihadapkan pada permasalahan di lapangan baik dalam komunikasi dan koordinasi soal penertiban APK. Baik tahapan rekrutmen Pengawas adhoc maupun penertiban (APK) keduanya diharapkan kedepan bisa lebih optimal atas maksimalisasi adanya daya dukung anggaran.
Pen: Fitriani
Editor: Mel