Lompat ke isi utama

Berita

PROGRAM SKOLASTIK BAGI SISWA-SISWI BUDDHIS, JADI RUANG DIALOGIS PERKUAT PEMAHAMAN DEMOKRASI DAN PENGAWASAN PARTISIPATIF DI PEMILU MENDATANG

humas 2 Oktober 2025

Suasana Skolastik bersama Anggota Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat, Fitriani di SMA Bhakti Utama, Tambora, Jakarta Barat.

JAKARTA - Peningkatan partisipasi masyarakat jadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu Kota Jakarta Barat, guna kuatkan pengawasan partisipatif masyarakat di pemilu atau pilkada mendatang. Di sisi lain terdapat problematika belum optimalnya peningkatan dan pengembangan pengawasan partisipatif pemilu/pemilukada tahun 2024 berbasis Sekolah, Kampus, Pondok Pesantren, Komunitas penyandang disabilitas, Kelompok Perempuan serta Kelompok rentan lainya, yang dilakukan secara menyeluruh dan berkemampuan melibatkan unsur tersebut secara masif pada tahapan-tahapan pemilu 2024. Kemudian sosialisasi program desa anti politik uang dan forum warga, belum proporsionalitas menjaring keterlibatan masyarakat di pemilu 2019, jadi dasar evaluasi dan langkah strategis Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat terus lakukan perbaikan dan pelibatan masyakarat secara masif ke depan. 

Masih rendahnya masyarakat yang teredukasi terkait informasi penyelenggaraan pemilu dan partisipasi publik terhadap serapan informasi penyelengaraan pemilu dan pengawasannya. Belum maksimalnya ruang literasi pojok pengawasan, media sosial/media informasi lainya dalam menjaring partisipasi publik sebagai sarana dialogis aktif dan interaktif berbasiskan digitalilasi/langsung. Identifikasi tersebut didasarkan pada feedback pasca dilakukanya beberapa program sosialisasi partisipatif berbasiskan anggaran di tahun tahun pemilu sebelumnya. Sebagai bentuk inovasi program tahun 2025 “Skolastik” (Sekolah, Keterampilan Teknik Pemilu dan Pengawasan Partisipatif) menjadi bagian program Pendidikan pemilih dan pelengkap terwujudnya peningkatan pengawasan partisipatif masyarakat dapat secara masif. Program ini menjadi alternatif Bawaslu Jakarta Barat guna mengadaptasikan diri dengan kebutuhan siswa/i berbasiskan pembelajaran materi kewarganegaraan yang terelasi dengan peran dan fungsi Bawaslu dalam memperkuat sistem demokrasi.

Target dari program Skolastik ini, tentu menyasar Pemilih Pemula. Pemilih Pemula, mereka yang telah berusia 17 tahun/telah menikah, memiliki KTP dan terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak suaranya dengan cerdas dan rasional (berkemampuan memahami calon yang akan dipilih berdasarkan pengetahuan dan seperangkat informasi yang didapat seputar profil, visi, dan misi serta program kerja dan rekam jejak calon yang akan dipilih dalam pemilu). Pemilih pemula sebagai unsur masyarakat, memiliki kecenderungan belum maksimal memahami soal issue kepemiluan dan perannya dalam pemilu. Perannya sebagai bagian dari pengawasan partisipatif aktif, yakni antara lain sebagai informan dan pelapor, dengan mekanisme pelaporan pelanggaran pemilu sesuai dengan alur mekanisme pelaporan, maupun soal kesempatan perannya untuk terlibat dalam pemilu, baik sebagai pemilih, pemantau maupun bagian dari penyelenggara pemilu itu sendiri. Siswa dan Siswi di sekolah sebagai pemilih pemula adalah generasi strategis yang memiliki peran krusial dalam pengawasan pemilu partisipatif guna mewujudkan proses demokrasi yang jujur, adil, dan berkualitas. Perannya tidak sekadar memberikan suara, tetapi juga aktif mengawal seluruh tahapan Pemilu, dari kampanye hingga penghitungan suara.

Penguatan pengawasan partisipatif jadi dasar Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat dalam menciptakan supporting system informasi partisipatif masyarakat terhadap potensi dugaan pelanggaran yang mungkin berpeluang terjadi dalam tahapan pemilu maupun pilkada ke depan.  Hal tersebut tentu tidaklah mungkin, jika tanpa arah program pengembangan dan peningkatan pengawasan partisipatif yang mumpuni, terawat, dikembangkan terus menerus dan berkesinambungan dengan menyertakan dan mengaitkan seluruh unsur dan elemen dalam masyarakat. Peningkatan dan pengembangan pengawasan partisipatif masyarakat terhadap pemilu menjadi tugas, kewajiban, dan amanah Undang-Undang terhadap Bawaslu. Hal tersebut dijelaskan dalam Perbawaslu (Peraturan Badan Pengawas Pemilu) Tentang Pengawasan Partisipatif (Nomor 2 Tahun 2023), (pasal 102 huruf d) serta pasal (104 huruf f) UU 07 2017 bahwasanya Bawaslu Kota dalam melakukan pencegahan pelanggaran pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu di wilayahya. 

Di tahun non tahapan ini, tentu amanah tersebut diwujudkan sebagai inovasi program non anggaran dalam bentuk Pendidikan pemilih, melalui pengembangan dan peningkatan pengawasan partisipatif. Di penghujung tahun 2025, Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat melalui divisi SDMO dan Diklat telah melaksanakan beberapa inovasi program Pendidikan Pemilih “Skolastik” antara lain di sekolah, SMA 1 Cengkareng, MAN 22 Palmerah, SMA 65 Kebon Jeruk, dan SMA Bhakti Utama Tambora Jakarta Barat. Pemetaan pelaksanaan program Skolastik bagi pendidikan pemilih pemula ini menyasar sekolah di 8 Kecamatan secara sampling, yakni Kecamatan Cengkareng, Palmerah, Kebon Jeruk, Tambora, Tamansari, Kalideres, Kembangan dan Grogol Petamburan. Harapanya program ini rampung di akhir tahun 2025.

Bawaslu Jakarta Barat mencoba hadir dalam komunitas Siswa-Siswi Buddhis di Tambora Jakarta Barat. Tanggal, 2 Oktober 2025, pukul 09-00 dilaksanakanya program Skolastik dengan melibatkan para guru dan siswa siswi Buddhis SMA Bhakti Utama. Sesi dialogis kali ini dimulai dengan metode belajar problem solving dalam mengupas materi demokrasi, pemilu dan peran aktif siswa/i sebagai bagian dari pengawasan partisipatif di pemilu. Metode belajar Problem Solving adalah proses terstruktur untuk memecahkan masalah yang berpusat pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis siswa, dengan langkah-langkah meliputi identifikasi masalah, pengumpulan informasi, pengembangan alternatif solusi, pemilihan solusi terbaik, pelaksanaan, hingga evaluasi hasil. Tujuannya adalah agar siswa aktif dalam pembelajaran, bukan hanya menghafal, serta melatih mereka untuk berpikir kreatif dan efektif dalam menghadapi berbagai tantangan dalam konteks pemilu.  

Peran Siswa sebagai pemilih dalam pengawasan partisipatif yakni mengawal daftar pemilih tetap (DPT), Pemilih dapat memastikan namanya terdaftar dengan benar dan melaporkan jika ada ketidaksesuaian atau warga yang belum terdata. Mengawasi kampanye, sebagai dari implementasi Pendidikan politik bagi Siswa. Partisipasi dalam pengawasan kampanye bertujuan mencegah praktik ilegal, seperti politik uang, kampanye hitam, dan penggunaan fasilitas negara.  Memantau pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), pemilih berhak mengawasi secara partisipatif aktif dalam proses pencoblosan dan penghitungan suara untuk menjamin transparansi. Melaporkan dugaan pelanggaran, Pemilih bisa menjadi pelapor pertama jika menemukan dugaan pelanggaran, seperti praktik money politic atau kecurangan. Memverifikasi informasi, di era digital, pemilih memiliki peran penting dalam menyaring hoaks dan disinformasi seputar Pemilu, serta mengedukasi orang lain dengan informasi yang benar. Generasi strategis, yang mencakup pemilih pemula dan pemilih muda, menjadi target penting dalam pengawasan partisipatif karena mereka adaptif terhadap teknologi dan memiliki idealisme tinggi. Beberapa strategi untuk mengoptimalkan peran mereka antara lain, Sosialisasi di Sekolah, jadi langkah strategis Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat dalam meningkatkan kesadaran pengawasan partisipatif. 

Meskipun penting penguatan pengawasan partisipatif bagi pemilih pemula, memiliki beberapa tantangan, yakni keterbatasan pengetahuan, terutama pemula yang masih kurang memahami prosedur dan regulasi Pemilu, sehingga sulit mendeteksi pelanggaran secara akurat. Sikap apatis sebagian generasi muda mungkin merasa enggan terlibat dalam politik atau tidak percaya pada proses Pemilu, sehingga partisipasinya rendah. Dengan demikian, peran aktif pemilih dari generasi strategis dalam pengawasan partisipatif sangat vital untuk menciptakan Pemilu yang bersih, berintegritas, dan demokratis. Oleh karena itu, edukasi berkelanjutan dan strategi yang tepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.

Penulis dan Foto: Fitriani Djusuf
Editor: Derinah