Pengaruh Kepemimpinan Perempuan dalam Manajerial Sumber Daya Manusia dan Organisasi
|
Pemimpin perempuan yang berperan sebagai penyelenggara pemilu salah satunya ada pada lembaga pengawas pemilu yaitu Bawaslu. Berdasarkan data dari Bawaslu RI tahun 2020 hanya terdapat sebanyak 362 orang pengawas pemilu perempuan, baik ditingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini belum mencapai kuota 30% keterwakilan perempuan berdasarkan Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017. Salah satu tantangan perempuan untuk menjadi pengawas pemilu ialah minimnya sumber daya perempuan yang potensial yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam kepemiluan.
Salah satu sumber daya perempuan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam kepemiluan di wilayah Jakarta Barat ialah Fitriani, M.Pd. Menjadi satu-satunya pemimpin perempuan tingkat kota Jakarta Barat membuat Fitri tidak gentar dan merasa minder. Berdasarkan hasil wawancara podcast yang dilakukan oleh Melia, staf teknis Bawaslu Jakarta Barat, Fitri menuturkan latar belakangnya terjun di dunia kepemiluan diusia yang relatif muda.
Fitri, panggilan akrabnya mengawali kiprahnya di kepemiluan sebagai pemantau pemilu di lembaga KIPP semasa menjadi mahasiswa S1 di Universitas Negeri Jakarta. Dari pengalamannya menjadi pemantau pemilu inilah, ia memutuskan untuk fokus menjadi pengawas pemilu tingkat kecamatan di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2017 lalu. Berbekal kemampuan organisatoris yang dimiliki, ia melanjutkan karir kepemiluan dengan mengemban tugas menjadi koordinator divisi sumber daya manusia dan organisasi Bawaslu Jakarta Barat dari tahun 2018 hingga kini.
Pada podcast kali ini, dijelaskan pula sejarah singkat terbentuknya Bawaslu yang awalnya bersifat adhoc menjadi permanen dan bahwa Bawaslu juga lahir dari rahim penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Awalnya Badan Penyelenggara Pemilu (BPP) berganti nama menjadi Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang merupakan cikal bakal metamorfosa KPU tahun 1955 sebagai penyelenggara sekaligus mengawasi pemilu. Lebih lanjut, tahun 1980-an kemunculan pertama pengawas pemilu. Tepat ditahun 1982 terbentuk Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak) yang dilatarbelakangi banyaknya pelanggaran dan manipulasi perhitungan suara saat itu. Kemudian tahun 2003 berganti menjadi Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang bersifat adhoc dan dipermanenkan tahun 2007 ditingkat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI).
Lebih lanjut, Fitri menjelaskan juga mengenai makna integritas bagi pengawas pemilu yang harus berjalan konsisten sesuai dengan perkataan, perbuatan dan nantinya diharapkan akan dampak positif dalam mewujudkan pemilu yang jujur dan adil. Memang tidak mudah untuk dilakukan tapi bukan tidak mungkin untuk diwujudkan. Ketika ditanya mengenai dukungan keluarga terhadap karir kepemiluannya, Fitri mengaku bahwa perlu kemampuan dalam memetakan prioritas ketika berperan dalam ranah domestik dan publik. “Sejauh ini, baik suami maupun keluarga sangat moderat sekali dalam mendukung saya berproses selama ini,” ujarnya.
Fitri juga menjelaskan keorganisasian Bawaslu Jakarta Barat dan tantangan yang dihadapi selama menjadi pengawas pemilu tingkat kota Jakarta Barat pada Pemilu tahun 2019. Sebagai kordiv sumber daya manusia dan organisasi Bawaslu Jakarta Barat, Fitri menjabarkan secara detail jumlah pengawas pemilu baik dari tingkat kota hingga TPS. “Pengawas pemilu tingkat kota berjumlah 5 orang, tingkat kecamatan 24 orang, tingkat kelurahan 56 orang dan tingkat TPS sebanyak 6730 orang. Jumlah keterwakilan perempuan sangat tinggi di tingkat pengawas TPS di Jakarta Barat dibandingkan tingkatan lainnya hampir 56%. Ini merupakan fenomena yang langka,” jelasnya.
Fitri menjelaskan juga terkait view keorganisasian, dimana Bawaslu Jakarta Barat memiliki 5 divisi yaitu, divisi penindakan pelanggaran, sengketa, humas, data dan informasi, SDM dan organisasi, serta pengawasan dan hubal. Hal ini diperkuat dengan pembagian koordinator wilayah yang bertugas membagi kerja-kerja pengawas di level struktur organisasi dibawahnya. Terkait adaptasi selama masa pandemi, Bawaslu Jakarta Barat tetap melakukan sosialisasi pengawasan partisipatif yang sifatnya virtual seperti ngopi Bawaslu dan podcast. Diakhir sesi podcast, Fitri berharap kedepannya Bawaslu secara keorganisasian mampu bersinergis lebih baik lagi. “Bawaslu sebagai lembaga publik, dapat memberi manfaat dan kerjanya mampu dirasakan oleh masyarakat luas,” Jelas Fitri.
Penulis: Mel
Editor: WG
