Lompat ke isi utama

Berita

Kebutuhan Penguatan Demokrasi, Bawaslu Jakbar Wacanakan Reformulasi Hukum Pemilu

Senin, 25 Agustus 2025

Ngopi Bawaslu Episode IV di Ruang Rapat bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat

JAKARTA – Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 menyisakan beberapa catatan kritis. Hal ini  juga menjadi perhatian khusus bagi Bawaslu sebagai pengawas keseluruhan proses Pemilu dan Pemilihan. Pelanggaran dan penanganannya serta hukum yang mengaturnya masih ambigu dan seringkali menimbulkan ketidakpastian dalam tafsirnya. Menanggapi persoalan tersebut, Bawaslu Kota Jakarta Barat melalui diskusi yang dipimpin oleh Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa (HPS) membahas secara komprehensif perihal tersebut. Diskusi ini dilaksanakan dalam bentuk program Ngopi Bawaslu Episode 4 dengan tema “Arah Reformulasi Hukum Pemilu: Kebutuhan atau Keharusan” yang dilaksanakan pada Senin, 25 Agustus 2025.


Koordinator Divisi HPS, Anta Ovia Bancin dalam penyampaiannya memberikan atensi terhadap reformulasi hukum pemilu yang sedang gencar diwacanakan pasca putusan Mahkamah Konstitusi. MK dalam putusannya  Nomor 135/PUU-XXII/2024, memutuskan pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Hal ini tentunya akan menghadirkan rezim baru dalam peraturan perundang-undangan kepemiluan di Indonesia. Anta secara luas menganggap reformulasi hukum pemilu haruslah menciptakan keadilan bagi semua pihak. Keadlian pemilu harus bersifat universal atau bisa diterima semua pihak.


“Reformulasi yang ideal harus menciptakan peraturan yang jelas, rigid, dan rinci”, ucap Anta.


Penyusunan ulang regulasi kepemiluan juga diperlukan dalam rangka relevansi dinamika politik saat ini. Masyarakat yang saat ini berada di masa disrupsi keterbukaan informasi mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pemilu. Tuntutan untuk penegakan hukum pemilu terhadap tindak pidana seperti politik uang juga diperlukan penguatan.


Tentunya dalam reformulasi ini terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip ini seperti netralitas penyelenggara, kepastian hukum, prinsip keadilan, dan pelibatan partisipasi publik dalam penyusunannya. Meskipun perlu diakui dalam reformulasi ini terdapat beberapa tantangan yang dihadapi seperti perbedaan kepentingan dan resistensi elit politik.


“Hukum pemilu memerlukan perubahan, dan inisiatif untuk perubahan tersebut sangat diperlukan. Perubahan yang kita inginkan harus menunjukkan keberpihakan pada kepentingan rakyat”, pungkas Anta dalam kesimpulannya.

Penulis dan Foto: Fatra Yudha Pratama
Editor: Derinah