Acara Webinar Dengan Tema “ POTRET PEREMPUAN DALAM BINGKAI DEMOKRASI DAN PEMILU: KUALITAS PILKADA DI TENGAH PANDEMI CORONA”
|
Jakarta 25 Juli 2020 - Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Barat kembali menggelar acara Webinar diskusi Daring dengan mengusung Tema “Perempuan Dalam Bingkai Demokrasi Pemilu”. Tema yang diusung kali ini membahas tentang bagaimana peran perempuan dalam Demokrasi Pemilu di Indonesia. Tidak heran lagi, Fitriani, M.Pd salah satu Anggota Bawaslu Jakarta Barat yang juga sebagai salah satu figur perwakilan Perempuan yang berperan aktif ikut andil dalam Demokrasi Pemilu di Indonesia ini mengusung Tema tersebut. Beliau mengatakan “melalui percikan sejarah, dinamika dan kiprah yang dinarasikan akan mampu memperlihatkan fakta serta menjadi saksi pasang surut proses pemilu dan demokrasi di Indonesia. Perempuan beserta eksistensinya dalam sejarah panjang demokrasi di Indonesia, tentunya ikut menjadi bagian penting dan strategis dalam proses pembangunan serta konsolidasi demokrasi, khususnya dalam mengawal tahapan pemilu”.
Kegiatan tersebut mengundang peserta dari seluruh wilayah Indonesia. Mahasiswa, aktivis, organisasi-organisasi masayarakat maupun mahasiswa dan seluruh stackeholder Bawaslu berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Bawaslu Jakarta Barat menghadirkan 5 pemateri dalam kegiatan webinar diskusi daring dengan Tema “Perempuan Dalam Bingkai Demokrasi Pemilu” yaitu diantaranya Siti Khofifah, S. Ag. M.Si (Anggota Bawaslu DKI), Betty Epsilon Idroos. M.Si (Ketua KPU DKI), Asep Khambali S.Pd. M.I.K (Sejarawan), Wahidah Suaib M.A. (Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012), Mimah Susanti, S.Sos (Ketua Bawaslu DKI Tahun 2012-2017 & Anggota KPI RI). Kegiatan tersebut di pimpin langsung oleh Fitriani, M.Pd sebagai Moderator (Anggota Bawaslu Jakarta Barat).
Dalam Materi pertama yang disampaikan langsung oleh Siti Khofifah, S. Ag. M.Si (Anggota Bawaslu DKI), dalam kesempatan tersebut beliau menjelaskan “ urgensi perempuan mempunyai peran penting dalam demokrasi di Indonesia tidak hanya sebagai yang mempunyai hak pilih namun perempuan dalam mengawasi pemilu maupun pilkada, sebagai implementasi penghargaan terhadap HAM, prinsip demokrasi berbasis kesetaraan dan keadilan gender, khususnya kesetaraan hak politik perempuan”.
Pemateri kedua Betty Epsilon Idroos. M.Si (Ketua KPU DKI), beliau menjelaskan “Perempuan dalam Politik secara Kuantitas sangat menentukan keseimbangan dan secara kualitas kehadirannya diperlukan sebagai Keadilan. Kesetaraan akses dan persamaan hak serta sebagai efektivitas serta pentingnya memanfaatkan bakat, potensi dan kemampuan perempuan”. Kemudian juga beliau menjelaskan mengenai dasar atau jaminan Hukum bagi Perempuan dalam berpolitik “Mewajibkan 30% keterwakilan perempuan sebagai pendiri, pengurus dan anggota Partai Politik (UU No 2 th 2011 tentang Partai Politik), minimal 30% keterwakilan perempuan ada kepengurusan parpol pusat dan dalam daftar bakal calon (UU No 7 th 2017 tentang Pemilihan Umum)”, bahwa dengan dasar tersebut Peran perempuan dalam bingkai Politik di Indonesia sangatlah penting. Sudah banyak kemajuan presentase perwakilan Perempuan yang turut aktif dalam perpolitikan di Indonesia. Dalam akhir pembicaraannya beliau memberikan catatan “Laki-laki dan Perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung, jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya, jika patah daripada dua sayap itu maka tak dapatlah tebrang burung itu sama sekali” ~ Ir. Soekarno. “ jika kita mengajari laki-laki maka kita hanya mengajari satu orang laki-laik, namun jika kita mengajari Wanita berarti kita akan membangun sebuah Bangsa” ~African Proverb.
Pemateri ketiga Asep Khambali S.Pd. M.I.K (Sejarawan), beliau menjelaskan “Kontribusi Perempuan dalam Demokrasi Pemilu hampir berada disemua bidang dalam sejarah, perempuan di era setelah kemerdekaan mempunyai peran dalam demokrasi indonesia. Perempuan dalam menjalankan pemilu sudah ikut andil dalam penyelenggaraan seperti mulai dari persiapan pemilihan sampai pada proses pemilihan bahkan membimbing pasien yang sedang dirawat di rumah sakit untuk melakukan pemilihan. Artinya kemajuan jaman telah banyak mengubah pandangan tentang perempuan, mulai dari pandangan yang hanya berhak mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang harus berada diluar rumah, kemudian dengan adanya perkebangan jaman dan Emansipasi menyebabkan Perempuan mempereoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam demokrasi di Indonesia”.
Pemateri keempat Mimah Susanti, S.Sos (Ketua Bawaslu DKI Tahun 2012-2017 & Anggota KPI RI), beliau menjelaskan mengenai Demokrasi Penyiaran dalam Pemilihan “Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah program siaran yang mengandung kampanye, sosialisasi dan pemberitaan tentang pemilihan umum DPR RI, DPRD, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilhan Umum Kepala Daerah”. Kemudian beliau memberikan catatan atas Realitas Perempuan dalam Demikorasi Pemilu yaitu “Perempuan yang terpilih dalam Pildada belum sebanding dengan jumlah calon perempuan yang mendaftar, Porsi pemberitaan (liputan pemberitaan yang cenderung lebih banyak pada calon laki-laki), keterbatasan akses ke media bagi calon perempuan, perempuan rentan terdampak Hoaks dan kampanye hitam”. Dalam catatan tersebut beliau juga memberikan saran bahwa “Media wajib mengedepankan keseimbangan, keadilan dan indepedensi dalam menyiarkan program siaran pilkada, media perlu lebih banyak membuat berita dan tulisan yang mengutamakan pemberdayaan perempuan dan anak”.
Pemateri yang kelima Wahidah Suaib M.A. (Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012), beliau menjelaskan “Demokratisasi di Indonesia setelah Reformasi 1998 telah membuka akses bagi perempuan untuk terlibat dalam proses politik dan pengambilan kebijakan. Jumlah perempuan di legislatif, khususnya di DPR mengalami peningkatan dari 9% pada pemilu 1999 menjadi 17% pada pemilu 2014. Namun persentase tersebut masih jauh dari angka 30%, yakni jumlah minimum yang diperkirakan dapat menghasilkan perubahan arah kebijakan politik. Gerakan perempuan dalam demokrasi elektoral masih menghadapi berbagai tantangan. Anggota legislatif perempuan juga menghadapi tantangan politik terkait aspek institusi politik baik sistem pemilu maupun kebijakan internal partai. Di dalam DPR pun, suara legislator perempuan masih berada dalam kontrol fraksi dan politik yang maskulin. Tekanan gerakan perempuan di luar parlemen tetap memiliki arti penting untuk mendukung dan mengawal politik perempuan di parlemen.
Kemudian beliau menambahkan catatan “perlunya intervensi terhadap partai politik sebagai lembaga demokrasi elektoral agar demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan gender dapat terwujud. Di sisi lain tantangan yang dihadapi gerakan perempuan akan semakin kompleks dengan munculnya kandidat perempuan konservatif yang mengusung gagasan-gagasan yang menolak agenda feminis. Untuk itu menumbuhkan kesadaran kritis sekaligus membangun kekuatan kolektif untuk memperjuangkan agenda feminis menjadi penting dalam proses konsolidasi demokrasi”.
Penulis : M.F
Editor : W.G